Tuesday, April 24, 2018

Kisah Seorang Wanita Yang Hidup Hanya Satu Paru Paru

Kisah Seorang Wanita Yang Hidup Hanya Satu Paru Paru

Sehat Paru Paru Kita - KISAH Ulwiyah Unijah Hasbullah, pasien penyakit multidrug-resistant tuberculosis (MDR-TB) yang sukses pulih keseluruhan sesudah melakukan terapi panjang, layak jadi ide. Bahkan juga, dia hingga diundang dalam komunitas peringatan Hari Tuberkulosis (TB) Sedunia di Amerika Serikat minggu kemarin. 

KETIKA didapati di tempat tinggalnya di lokasi Cempaka Putih Barat, Jakarta Pusat, Sabtu siang (28/3), rasa lelah tampak masih tetap terpancar dari muka Ulwiyah. Maklum, pada jam 05. 00 dia barusan mendarat dari perjalanan panjang Washington–Jakarta. 

Wanita yang akrab disapa Ully itu jadi anggota delegasi Indonesia dalam komunitas Hari TB Sedunia di Washington, Amerika Serikat (AS), 24 Maret kemarin. Ully yaitu satu diantara tiga survivor MDR-TB yang diundang pemerintah AS serta menceritakan dimuka Kongres AS. 

Terkecuali Ully, dua survivor beda semasing datang dari Afrika Selatan (Afsel) serta dari Tajikistan. ”Survivor wanita dari Afsel itu berprofesi jadi perawat medis. Sedang yang dari Tajikistan lelaki, ” kata Ully mulai narasi di teras tempat tinggalnya yang adem. 

Dalam komunitas peringatan Hari TB Sedunia itu, Seorang wanita bernama Ully disuruh bertestimoni semula dianya terjangkit TB sampai divonis menanggung derita MDR-TB dan perjuangannya bertahan hidup dengan satu paru-paru. Seperti di ketahui, MDR-TB yaitu fase lanjut dari TB umum. 

Sesuai sama namanya, kuman MDR-TB sudah berevolusi hingga kebal pada obat-obatan penyakit TB. Hingga pasien MDR-TB mesti melakukan perawatan lebih intensif dengan pemakaian type obat semakin banyak. 

Wanita kelahiran Jakarta, 9 Maret 1987, itu menerangkan, dianya dideteksi menanggung derita TB saat masih tetap berumur sepuluh th.. Saat terdeteksi, penyakit TB-nya telah cukup kronis. Tanda-tandanya saat itu, Ully pernah batuk berdarah. 

Tetapi, anak ke-8 diantara sembilan bersaudara itu belum juga ketahui penyebabnya dianya terserang TB. Dia cuma mengaku kalau ibunya memanglah pernah mempunyai kisah TB. Namun telah dinyatakan pulih jauh hari sebelumnya Ully dilahirkan. ”Jadi, kelihatannya bukanlah karna keturunan atau aspek keluarga, ” kata istri Yohan itu. 

Jadi pasien TB, Ully melakukan perawatan intensif supaya tidak semakin kronis. Meskipun demikian, dalam perjalanannya, penyakit itu muncul terbenam. Terkadang ”sembuh”, terkadang kambuh. Seperti yang berlangsung waktu dia duduk di bangku SMA di Cirebon, Jawa Barat, pada 2006. TB-nya kumat serta kronis. Tapi lalu dapat ”disembuhkan”. 

Sesudah tamat SMA, Ully menikah. Saat dia hamil, TB-nya kambuh sekali lagi. Dia juga mesti melakukan terapi spesial sembilan bln.. Pada dua bln. pertama, terapi mesti dikerjakan dengan memakai obat injeksi. 

”Waktu itu terapi dengan injeksi ini pernah terputus. Karna saya hamil, obatnya di kuatirkan juga akan mengganggu perkembangan janin, ” tuturnya. 

Pada 2009 Ully pernah dirujuk ke Tempat tinggal Sakit (RS) Persahabatan Jakarta untuk kontrol selanjutnya. Dia juga melakukan kontrol di RS Kampus Indonesia (UI) untuk uji dahak serta kultur. Akhirnya, waktu itu Ully dinyatakan negatif MDR-TB. Dia juga dapat agak tenang. 

Anehnya, penyakit TB itu tidak kunjung pulih. Pada Januari 2011 dia kontrol serta kembali dinyatakan negatif MDR-TB. Tetapi, dua bln. lalu Ully alami masalah radang paru-paru serta pada kontrol 16 Mei 2011 dia positif terserang MDR-TB. 

”Rasanya waktu itu saya menginginkan geram, namun tidak paham ingin geram ke siapa, ” ucapnya. 
Saat divonis positif MDR-TB itu, berat tubuh Ully segera turun mencolok. Dari bobot rata-rata 50 kg turun sampai jadi sekitaran 35 kg. Pemicunya, dia tidak bernafsu untuk makan. Terlebih saat mesti melakukan terapi obat MDR-TB sehari-hari di RS Persahabatan. 

Banyak resikonya yang dirasa sepanjang Ully melakukan penyembuhan selama 22 bln. itu. Seperti mual, muntah, pusing, serta depresi. ”Saya juga terserang asam urat, ” kata ibu tiga putri itu. 

Ully bercerita begitu penyembuhan itu begitu berat serta buat penderitanya yg tidak kuat hingga lakukan beberapa hal destruktif. Dia mencontohkan tiga kawannya sesama pasien MDR-TB yang dirundung depresi berat. 

Mereka tidak dapat bekerja sekali lagi serta memperoleh desakan dari keluarga serta lingkungan. Karena sangat depresinya, tiga pasien itu pada akhirnya ambil jalan pintas akhiri hidup dengan bunuh diri. 

Tapi, tidak sekian Ully yang tetaplah bertahan walau mesti melakukan terapi nyaris dua th.. Dia tidak mau penyakit MDR-TB yang terkena menyebar pada suami serta anak-anak. “Anak-anak hingga menyebutkan saya ibu yang jahat. Sebab, tiap-tiap mereka mendekat, saya usir atau saya yang menjauh, ” tuturnya. 

Meski demikian, tetaplah saja dua diantara ke-3 anaknya tidak dapat terlepas dari penyakit TB. Untung, keduanya dapat pulih secara cepat serta tidaklah sampai masuk fase MDR-TB. 

Karena penyakit TB yang dideritanya mulai sejak umur 10 sampai 26 th., Ully kehilangan peranan satu paru-parunya. Menurut dokter yang mengatasi Ully, peranan paru-paru kiri pasiennya sekarang ini tinggal 0, 2 %. Hampir tidak berperan sekalipun. 

”Dilihat dari photo rontgen, paru-paru kiri saya seperti tertutup kabut putih. Photo rontgen paru-paru yang sehat yaitu hitam atau gelap penuh, ” terangnya. 

Paru-paru kiri Ully rusak karna digerogoti bakteri TB. Karena peranan paru-parunya yang tinggal bagian kanan, Ully gampang capek serta cepat ngos-ngosan. Jalan sebagian mtr. saja, dia harusnya beristirahat. Dokter menyarankan supaya paru-paru kirinya yang telah tidak berperan itu diangkat. 

Karna bila dilewatkan selalu juga akan jadi tempat tumbuhnya kuman atau bakteri. Tetapi, Ully belum juga bersedia mengangkat paru-paru kirinya itu. Dia berusaha hidup maksimum walau satu sisi paru-parunya tidak berperan. 

Karena ketekunan serta semangatnya untuk pulih, pada 15 Maret 2013 Ully dinyatakan betul-betul bersih dari MDR-TB. Dia lantas aktif berkampanye pada beberapa pasien TB umum ataupun MDR-TB. 

Program kampanye itu digerakkan lewat organisasi Pejuang Kuat (Peta). Lewat Peta, Ully serta belasan survivor MDR-TB merangkul pasien penyakit itu untuk tetaplah semangat melakukan terapi serta optimis dapat pulih. 

Pendampingan itu perlu agar beberapa pasien TB tidak drop out (DO) dari sistem terapi penyembuhan yang berbulan-bulan. Sebab, pasien TB yang DO punya potensi besar jadi pasien MDR-TB. Apabila telah masuk fase itu, penyembuhannya juga akan semakin berat serta lebih lama sekali lagi. 

Lewat program pemerintah, penyembuhan MDR-TB sejatinya telah digratiskan. Baik untuk obat ataupun layanan medisnya. Bahkan juga, pasien MDR-TB yang teratur berobat ke RS juga akan memperoleh uang transportasi untuk pergi-pulang ke tempat tinggal. 

Untuk pasien TB umum, penyembuhan dapat dikerjakan dirumah. Akhirnya cukup hanya meminum pil sakit flu umum. Tapi, untuk pasien MDR-TB, penyembuhannya harus ditempuh di RS. Sebab, obat-obatan yang dipakai masuk kelompok obat keras. 

Ully memprediksi di DKI Jakarta sekarang ini ada sekitaran seribu pasien MDR-TB. Tetapi, perlakuan penyembuhannya bukan sekedar dikerjakan di RS-RS besar. Penyembuhan di tingkat puskesmas juga saat ini dapat ditempuh. Umpamanya yang dikerjakan di Puskesmas Kebon Jeruk, Koja, Cilincing, serta Puskesmas Senen. 

Menurut Ully, orang-orang mesti melindungi kebersihan agar tidak terserang kuman penyebabnya TB. Seorang yang alami batuk berdahak yg tidak berhenti sepanjang dua minggu dianjurkan selekasnya berobat ke dokter. 

Sebab, bila dahulu tanda-tanda TB berbentuk batuk terus-menerus sepanjang seratus hari, saat ini batuk berkepanjangan sepanjang sebagian minggu saja punya potensi TB.

0 comments:

Post a Comment

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Facebook Themes